28 Desember 2014 – foto pribadi,
Gedung dengan ketinggian 136 meter ini adalah gedung tertinggi di Indonesia, dan Jakarta dari tahun 1989 hingga sekitar 1991 (disalip kantor BRI II yang memiliki ketinggian konon 143 meter menurut CTBUH) ini merupakan kantor pusat permanen Bank Negara Indonesia. Grha BNI, berikut nama sekarang gedung yang dirancang Perentjana Djaja bersama dengan P&T Architects (1)(2), merupakan gedung pintar pertama di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara, karena penggunaan sistem otomasi dan perencanaan ruangannya yang tanggap pada masa depan (3) – itu simpulan yang Setiap Gedung Punya Cerita kutip dari GM Satya Djaya Raya Group William Yiu, yang dimuat di Majalah Konstruksi edisi Maret 1989 (3).
Grha BNI awalnya dimiliki oleh Yayasan Dana Pensiun dan Sokongan BNI 1946 (DAPENSO BNI 1946) (3), selain itu BNI juga memerlukan kantor pusatnya yang baru karena Jalan Lada No. 1 rancangan Frederich Silaban sudah tidak muat lagi (rencana ekspansinya sudah dirancang, namun tidak dilaksanakan) (4)(6). Proyek dikerjakan secara keroyokan oleh tiga kontraktor besar dibawah panji Sudirman 01 Joint Operation – Jaya Konstruksi, Jaya Obayashi dan Dimensi Engineering Contractors (3), dimulai dengan peletakan batu oleh Dirut BNI H. Somala Wiria pada 5 Juli 1986 (6) hingga selesai dibangun sekitar akhir 1988 (2), karena pada awal 1989, saat Majalah Konstruksi edisi Maret 1989 beredar, gedung dengan luas lantai total 70 ribu meter persegi ini sudah lengkap keseluruhan pembangunannya (3). (Bisa dibilang data di CTBUH/Emporis/Skyscraperpage mengenai tahun perampungan Grha BNI meleset, bahkan untuk CTBUH, tahun perampungan yang dimaksud ternyata adalah tahun dimulainya pembangunan)
Pada 14 September 1989, Menteri Keuangan Prof. Dr. JB Sumarlin meresmikan penggunaan Kantor Besar Bank Negara Indonesia 1946 dan penempatan BNI di gedung tersebut (4).
Pada 2015, BNI 1946 membeli aset Kantor Besar BNI berikut tanah dari DAPEN BNI (nama baru Dapenso) dengan banderol 1,5 triliun rupiah (5).
Arsitektur dan struktur
29 Desember 2017 – foto pribadi,
Arsitektur Grha BNI memang masih terlihat bergaya internasional rancangan Perentjana Djaja dan Devindo (namun P&T Architects masih bisa mengklaim Kantor Besar BNI sebagai karya mereka di website resminya (1)), namun bisa dikatakan modernisme akhir, karena penggunaan cladding dan desainnya yang tidak lagi “kaku”, ingin beda dari daerah sekitarnya yang cenderung mengotak. Cladding berwarna cokelat dipilih untuk menciptakan nuansa granit, kuat dan setidaknya tidak dicemooh dengan label “WC” karena cladding keramiknya (3), sementara jendela berwarna cokelat gelap.
Struktur gedung menggunakan pondasi “saturated pile”, diklaim yang pertama di Indonesia. Dalam sistem pondasi tersebut, pondasi rakit (raft) dipadukan dengan pondasi dalam (3). Hasilnya, blok beton di permukaan, ciri khas pondasi rakit, dipadukan dengan tiang pancang baja di bawah blok, dengan tiang bor sebagai penyeimbang beban. Struktur atas menggunakan beton dengan balok diagonal menggunakan prategang post-tension, dengan struktur vertikal terdiri dari empat core, empat dinding geser (di majalah disebut dinding struktur) di tepi struktur dan 16 kolom (3).
Dalam masa pembangunan
Foto: Majalah Cipta, 1987
Sistem bangunan pintar
Di zaman sebelum Internet of things – atau Internet di segala alat elektronik – menjadi bahan pembicaraan di dunia maya Indonesia, dan perlu maklum karena Indonesia memang sangat Internet-sentris, sistem bangunan pintar, atau Inggrisnya Intelligent Building System sudah digunakan pada bangunan tinggi di Indonesia, hanya saja jarang terdengar karena pembahasan SBP/IBS masih terbatas pada kalangan terbatas dan tidak melibatkan jaringan Internet, melainkan sentral di gedung itu sendiri.
Penunjang SBP/IBS bagi gedung setinggi 136 meter ini adalah Access Floor merk Tate, berguna untuk merapikan sistem kelistrikan secara efektif, dan juga menjadikan Grha BNI tanggap perkembangan zaman (siapa tahu perusahaan butuh server AI?). Manfaat dari penggunaan SBP/IBS pada Gedung BNI adalah penghematan energi hingga 30 persen dari gedung sejenis di era 1980an – dan juga menonjolkan citra modern BNI sebagai BUMN perbankan yang tanggap zaman.
Namun perlu diketahui ini adalah catatan historis penggunaan SBP/IBS tahun 1989 yang bisa diakses oleh Setiap Media, yang mungkin tidak sesuai dengan perkembangan zaman – apakah mereka sudah melakukan upgrade sistem agar lebih tanggap pada perubahan zaman, masih menjadi tanda tanya.
Bahkan sebuah video Tour Day Graha BNI 1946 yang ditemukan penulis di YouTube, tidak menjawab misteri SBP/IBS Grha BNI dan hanya menampilkan dua pembual besar.
Data dan fakta
Nama sebelumnya: Kantor Besar Bank Negara Indonesia
Alamat: Jalan Jenderal Sudirman Kav. 1 Jakarta
Arsitek:
P&T Architects
Perentjana Djaja
Devindo
Pemborong:
Jaya Konstruksi
Jaya Ohbayashi
Dimensi Engineering Contractors
(dibawah bendera Sudirman 01 Joint Operation)
Lama pembangunan: 1986 – 1989
Diresmikan: 14 September 1989
Jumlah lantai: 32 + 2 basement
Tinggi gedung: 136 meter
Signifikasi:
Pariwisata (landmark kota Jakarta bersama dengan Wisma 46)
Referensi :
1. “Gedung BNI: Gedung pintar pertama di Asia Tenggara”. Majalah Konstruksi No. 131, Maret 1989.
Advertorial (1989). “Kami Menyongsong Masa Depan”. Tempo, 23 September 1989 (edisi belum diketahui).
2. Annual Report DAPEN BNI 2015, halaman 51 dan 91 (arsip)
Bank Negara Indonesia (1996). “Swadharma Bhakti Nagara: 50 Tahun Bank Negara Indonesia”. Jakarta: Bank Negara Indonesia. Halaman 102-103.
Lokasi :
Perubahan :
1. Artikel pertama dibuat 24 Mei 2019.
25 Mei 2019: perbaikan pada bagian terakhir tentang gedung pintar. Penulis melakukan kesalahan fatal saat memahami BAS dan IBS, mengingat BAS sudah digunakan setahun sebelumnya di beberapa gedung seperti Wisma Tugu 1.
2. Tanggal 7 Juli 2019: Penambahan sumber mengenai pembangunan gedung
26 Mei 2020: Sedikit suntingan soal dua pembual besar tadi. Ungkapan ala Fenton Crackshell-Cabrera bisa disalahartikan dan tidak perlu.
Demikian sejarah singkat yang bisa dihimpun dari berbagai sumber Media.
Terima kasih.
Comments
Post a Comment